Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah langkah strategis pemerintah untuk mengatasi masalah gizi, terutama stunting dan kekurangan nutrisi pada anak usia sekolah. Namun, manfaat program ini hanya akan efektif bila diimbangi dengan budaya hidup bersih dan higienis di lingkungan sekolah.

Menurut data Kementerian Kesehatan RI (2024), kasus keracunan makanan di sekolah meningkat 18% selama tiga tahun terakhir, mayoritas disebabkan oleh makanan yang disiapkan tanpa standar kebersihan yang memadai. Sementara itu, UNICEF (2023) menekankan bahwa kebersihan tangan dan sanitasi makanan adalah faktor utama dalam mencegah penyakit berbasis pangan di lingkungan anak-anak.

Ahli gizi masyarakat Dr. Rini Puspitasari, M.Sc (UI) menjelaskan, “Makanan bergizi tidak akan memberi manfaat bila terkontaminasi bakteri atau zat berbahaya. Justru bisa berbalik menjadi sumber penyakit massal jika kebersihan tidak dijaga.”

Hal inilah yang membuat penerapan budaya higienis—mulai dari dapur hingga ruang makan—menjadi tanggung jawab bersama guru, siswa, dan penyedia makanan.

Fakta Lapangan: Ketika Higienitas Diabaikan
Pada kasus SD Negeri 2 Serui, Papua, tahun 2024, sebanyak 28 siswa mengalami gejala keracunan ringan akibat konsumsi lauk pauk yang disimpan semalaman tanpa pendingin. Berdasarkan hasil uji laboratorium Dinas Kesehatan setempat, ditemukan peningkatan bakteri Staphylococcus aureus pada makanan.

Setelah dilakukan pembenahan dengan menerapkan sistem cuci tangan wajib, penggunaan sarung tangan dapur, dan pemeriksaan suhu penyimpanan makanan, kasus serupa tidak pernah terulang.

Penelitian CISDI (2024) menyebutkan bahwa 1 dari 5 sekolah penerima program makan bergizi gratis belum memiliki SOP higienitas makanan. Ini memperkuat pentingnya pelatihan dan kebiasaan bersih yang berkelanjutan.

Langkah Akademis: Prinsip Higienitas dalam Program Makan Bergizi Gratis
Menurut Pedoman Sanitasi Sekolah Sehat (Kemendikbud 2019), penerapan budaya higienis harus mencakup:
Kebersihan personal petugas dapur, termasuk cuci tangan sebelum mengolah makanan dan penggunaan pelindung kepala.
Pemilihan bahan makanan segar dan bebas bahan pengawet berbahaya.
Air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai untuk mencuci peralatan dan bahan makanan.
Penyimpanan makanan pada suhu aman untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen.
Pendidikan perilaku hidup bersih (PHBS) kepada siswa agar terbentuk kesadaran kolektif.
Studi INDEF (2024) menunjukkan bahwa sekolah yang menerapkan standar kebersihan dapur dan edukasi gizi kepada siswa memiliki tingkat kejadian sakit perut 45% lebih rendah dibanding sekolah tanpa sistem higienitas.
Studi Kasus: Sekolah Sehat, Siswa Lebih Produktif
Di SD Negeri 38 Palembang, setelah penerapan kebijakan “Cuci Tangan Sebelum Makan”, angka ketidakhadiran siswa menurun 30% dan keluhan pencernaan hampir tidak ada. Program ini didukung oleh pelatihan guru dan petugas kantin bekerja sama dengan Dinas Kesehatan.

Kepala sekolah, Ibu Siti Wahyuni, S.Pd, menuturkan, “Kami menjadikan kebersihan dapur dan ruang makan sebagai indikator keberhasilan, bukan sekadar program pendamping. Siswa juga ikut menjaga kebersihan.”
Pendekatan partisipatif seperti ini terbukti efektif karena mengubah perilaku menjadi budaya, bukan sekadar rutinitas.

Bersihnya menyediakan solusi yang cukup lengkap untuk kebutuhan pembersihan ini. Mulai dari general cleaning, pembersihan kaca dan ACP gedung, pengecatan dinding gedung, cuci/sampho karpet, poles/coating marmer dan vinyl, kristalisasi marmer, pemasangan AC, perawatan/perbaikan AC, pest control serta pelatihan dan training kebersihan dan lainnya. 

Bersihya juga siap memberikan biaya yang terjangkau untuk setiap layanan yang kami berikan dan layanan survey lokasi dan konsultasi gratis. Semua petugas kebersihan kami dilatih dengan standar kesehatan dan keselamatan. Untuk informasi lebih lanjut segera kunjungi website kami di https://www.bersihnya.id atau hubungi kami melalui WhatsApp 081321217209.